KEUANGAN

Kredit Menganggur Rp 2.500 Triliun, Pengusaha Enggan Meminjam

Kredit Menganggur Rp 2.500 Triliun, Pengusaha Enggan Meminjam
Kredit Menganggur Rp 2.500 Triliun, Pengusaha Enggan Meminjam

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) melaporkan fenomena kredit nganggur atau undisbursed loan di perbankan yang terus meningkat hingga menyentuh Rp 2.509,4 triliun per November 2025. 

Lonjakan angka ini menunjukkan kehati-hatian pelaku usaha dan rumah tangga dalam memanfaatkan fasilitas kredit, meski bank telah menyediakan dana yang siap disalurkan. Kondisi ini menandai sikap wait and see di tengah ketidakpastian ekonomi yang masih dirasakan pelaku bisnis.

Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M Juhro, menjelaskan bahwa banyak pengusaha menunda penarikan kredit karena mereka ingin memastikan kondisi ekonomi benar-benar menggeliat sebelum mengambil keputusan finansial. 

“Mereka masih, 'wah ini ekonominya benar menggeliat nggak', mereka masih wait and see,” ujar Solikin.

Ketidakpastian Ekonomi Memengaruhi Keputusan Kredit

Salah satu faktor utama yang membuat kredit tetap nganggur adalah ketidakpastian pertumbuhan ekonomi. Pelaku usaha cenderung menahan diri untuk menarik kredit, meskipun bank telah menyediakan fasilitas pendanaan. Kondisi ini menandakan kehati-hatian pengusaha dalam menghadapi fluktuasi ekonomi dan ketidakpastian prospek bisnis di masa mendatang.

Selain itu, ekspektasi terhadap pertumbuhan ekonomi yang belum kuat juga memengaruhi permintaan kredit dari rumah tangga. Menurut Solikin, masyarakat menunda mengambil kredit karena khawatir penghasilan mereka belum meningkat secara signifikan. 

“Dia 'wah nanti aku ambil kredit, penghasilan saya naik nggak', gitu. Nah ternyata memang dari sisi ini belum kuat, nggak menggeliat, gitu. Jadi mereka juga akhirnya ngerem,” jelasnya.

Suku Bunga Masih Menjadi Pertimbangan Utama

Selain ketidakpastian ekonomi, faktor suku bunga kredit yang relatif tinggi juga membuat pengusaha dan rumah tangga menahan diri. Penurunan suku bunga kredit perbankan tercatat lebih lambat, hanya turun 24 basis poin dari 9,20 persen di awal 2025 menjadi 8,96 persen pada November 2025. Solikin menambahkan bahwa banyak pengusaha memilih memanfaatkan dana internal dibandingkan menarik kredit dari bank. 

“Juga mereka, 'waduh saya masih punya simpanan internal atau dana internal. Daripada saya ngambil ke bank, mendingan saya pakai duit saya sendiri'. Kenapa? Karena mungkin bisa saja, oh yield atau suku bunganya masih tinggi,” ujarnya.

 Sikap ini menunjukkan bahwa pelaku usaha lebih memilih sumber dana yang lebih murah dan fleksibel sebelum mempertimbangkan pinjaman eksternal.

Dampak terhadap Likuiditas Perbankan dan Strategi Kedepan

Kredit yang belum tersalurkan memiliki implikasi terhadap likuiditas bank. Meskipun dana siap tersedia, rendahnya permintaan dari nasabah membuat perbankan menahan penyaluran kredit secara agresif. Kondisi ini memaksa bank untuk menyesuaikan strategi pengelolaan likuiditas dan memperkuat upaya mitigasi risiko terkait kualitas kredit.

Bank Indonesia memantau perkembangan ini sebagai indikator penting kesehatan sektor perbankan dan tren permintaan kredit. Dengan jumlah undisbursed loan yang tinggi, BI dapat merumuskan langkah kebijakan moneter dan makroprudensial yang tepat untuk mendorong pemulihan ekonomi serta meningkatkan kepercayaan pelaku usaha dalam memanfaatkan fasilitas kredit.

Fenomena kredit nganggur ini juga menjadi sinyal bagi pemerintah dan lembaga keuangan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menahan permintaan kredit, termasuk stabilitas ekonomi, suku bunga, dan kebijakan fiskal.

 Upaya koordinasi antara bank, BI, dan pemerintah diharapkan mampu menciptakan kondisi yang lebih kondusif agar kredit dapat tersalurkan secara optimal, mendukung pertumbuhan usaha, dan memperkuat daya beli masyarakat.

Dengan sikap wait and see yang masih terlihat di kalangan pengusaha dan masyarakat, bank perlu menyiapkan strategi komunikasi dan promosi yang lebih efektif agar nasabah memahami keuntungan mengambil kredit saat kondisi ekonomi mulai menunjukkan perbaikan. 

Penyesuaian suku bunga yang lebih kompetitif, produk kredit yang fleksibel, dan dukungan program pemerintah juga diharapkan dapat mendorong percepatan penyaluran kredit yang saat ini masih nganggur.

Kondisi ini sekaligus menegaskan bahwa pemulihan ekonomi tidak hanya bergantung pada ketersediaan dana, tetapi juga pada kepercayaan pelaku usaha dan masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas pembiayaan. Kredit yang nganggur menjadi cermin bahwa meski likuiditas perbankan tinggi, tingkat kehati-hatian dan ekspektasi pasar memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi secara nyata.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index